Sarapan Pertama Di 2020
Apa yang kita 'makan' pertama kali di pagi hari akan memengaruhi kondisi tubuh dan pikiran kita seharian. 'Sarapan pertama' di 2020 berisi....
Kebersamaan,
Bukan hanya tentang apa yang dimakan, tapi sama siapa. Makanan jadi lebih berkesan.
Terinspirasi dari platform sosial media yang selalu mengingatkan kita dengan foto kenangan dua, tiga, atau sepuluh tahun lalu. Juga karena rasanya waktu cepet banget berlalu dan kadang sulit mengingat hal baik serta kebersamaan yang pernah terjadi maka saya pun menuliskan ini.
Supaya tahun-tahun berikutnya (kalau platform macam FB dan IG masih bertahan tentu saja) bisa mengingatkan tentang apa yang saya lakukan di hari tersebut.
Sementara, Kak Ezra mengidekan ini...
Buku catatan tempat kita bisa menulis kejadian penting apa saja di hari itu.
Hari Orang Berbaju Merah.
Alhamdulillah, pagi pertama di Januari 2020. Puter-puter cari sarapan pagi bareng Bapak dan Ibu Mertua. Resto keluarga yang diincar ternyata libur. Dan akhirnya kembali ke selera asal. Citra Sari.
Resto ini punya menu favorit kami sekeluarga, masakan Tegal sih, tapi ada Tahu Pong yang bumbu kuahnyaa enaak banget. Dan pilihan makanan buat anak-anak juga banyak. Jadi kami ajak Bapak-Ibu makan di sana.
Waktu di mobil baru ngeh, kalau kami kompakan pakai baju nuansa merah. Tujuan pertama sebelum sarapan, kami mau belanja di pasar dulu. Pas sampai pasar juga banyak orang pakai baju merah. Kak Ezra sampai nyeletuk, "Ini hari orang pakai baju merah, ya?"
Saya jawab ngasal, "Karena awal tahun, orang-orang ingin memulai dengan ceria dan semangat. Makanya pakai merah."
Karena Kia menyusu, akhirnya yang turun berbelanja Bumer dan Paksu. Saya, anak-anak, dan Bapak menunggu di mobil.
Beres belanja. Kami ke toko oleh-oleh di daerah Singosari. Mau beli chiffon cake untuk diberikan pada rekan Bapak mertua yang sudah berjasa membenarkan radio tapi nggak mau dibayar dengan uang.
Chiffon cake didapat kami pun putar-putar cari sarapan. Rupanya masih banyak tempat makan langganan yang tutup libur tahun baruan.
Hidup Yang Sesungguhnya Bikin Lupa Dunia Maya.
Seperti yang sudah diceritakan di atas, kami ke Citra Sari. Restonya sudah pindah tempat nggak jauh dari tempat sebelumnya.
Interiornya didekor ulang. Tembok yang dilukis gaya tropikal. Sudah angan-angan mau foto bersama mumpung dress code-nya kompakan, nanti fotonya disimpan di Instagram. Tapi kelupaan. Kami asyik makan dan mengobrol. Syukurlah, jadinya nggak cuma fokus sama instastory dan berpose.
Semua Ada Prosesnya.
Selesai sarapan, kami mampir ke Superindo lalu mengantarkan kue sekalian pulang. Di rumah, saya menidurkan Kia, dan anak-anak mulai main untuk mengisi waktu.
Pak Suami, buka-buka baju yang dihibahkan dari Bapak Mertua. Sebagian besar masih baru atau baru sekali pakai.
Tiba-tiba jadi nyadar, punya bayi perempuan. Mungkin saya juga bakal gitu di masa depan. Hibahin barang-barang buat Kia. Kalau dulu nggak pernah kepikiran investasi tas atau apa, karena anaknya laki semua, sekarang jadi kepikiran. Beli tas atau baju yang awet. Ngga harus branded, tapi bisa long lasting, gitu.
Menjelang siang, saya mulai masak. Hari ini rencananya mau bikin serundeng daging pesanan anak lanang.
Ternyata bikin serundeng itu pegel juga. Jadi, yang mengaduk parutan kelapa supaya keringnya pas tiga orang, saya, gantian Paksu, lalu Kakak juga ikutan. Dapur berantakan.
Serundeng matang, tapi lupa masak nasi. Klasik ya. Ibuk-ibuk menyusui harap dimaklumi. Jadi, nasi tinggal 3 porsian itu pun sudah dingin.
Akhirnya, kami makan sepiring berempat. Saya yang menyuapi 3 anak : Bapaknya, Kakak, dan Tazka. Sambil nonton berita banjir di Jabodetabek. Semoga segera surut ya, teman-teman.
Habis masak serundeng, lanjut uji coba resep es krim daun kelor. Buat camilan anak-anak, sekaligus untuk jualan di little organic kitchen.
Adonan set sempurna tapi kudu nunggu 8 jam untuk bisa mencicipi.
Proses lagi. Kalau nggak dengan tenaga, ya waktu.
Dalam kesempitan selalu muncul kehangatan.
Selesai beberes rumah dan dapur, pas habis mandi, listrik mati serta hujan lumayan deras plus anginnya kencang.
A few moment later. Udah lepas magrib dan listrik belum nyala juga. Hujan makin deres dan angin berhembus kencang, menerpa kaca jendela dan ranting pepohonanan.
Area sholat jadi tempat 'pengungsian'. Anak-anak excited nyalain lilin kecil-kecil dimana-mana. Angkut bed cover digelar di mushola. Bawa senter, bantal, mainan. Pokoknya jadi berasa kemah-kemahan.
Aroma jeruk dan sereh menguar di udara. Ternyata Kakak, nyalain tungku lilin ditetes EO sereh dan jeruk. "Biar aman ngga banyak nyamuk kalau jendela dibuka, Bun."
Ayah nyeletuk, "kadang kehangatan didapatkan dalam kondisi yang kayak gini, ya."
Coba kalau listriknya nyala, kita ngga bakal ngumpul semua di sini.
Ya, meski sejam kemudian listriknya nyala, rasa hangat tetap melekat di jiwa.
Banyak ya, 'sarapan pertama' di 2020-nya.
Komentar
Posting Komentar