BI Netifest 2020 dan Kiat Membawa Bayi Saat Ibu Bekerja Di Luar Kota
Selasa pagi, tanggal 7 Januari lalu ada pemberitahuan di surat elektronik kalau tulisan yang saya kirimkan untuk lomba blog Bank Indonesia dalam ajang Netifest 2020 mengantarkan saya terpilih jadi 35 finalis kategori blog. Jantung saya berdegup lebih kencang kala membaca undangan serta rundown yang tertulis. Harus berangkat ke Jakarta nih, karena acaranya bukan hanya awarding saja, tetapi juga ada workshop-nya. Lalu gimana dengan Si Bayi 3 bulanku?
Begitu mendapatkan kabar di atas, saya langsung cerita sama Pak Suami detail acara dan lain sebagainya.
Di satu sisi, beliaunya ikut seneng karena tulisan yang saya lembur saat habis lahiran, dan nulisnya sambil mengASIhi berhasil terpilih.
Bayangkan ada 1700-an peserta yang mengirimkan karyanya untuk 5 kategori. Di sisi lain, beliaunya malah ikut galau. "Kamu bisa bawa Kia sendiri?"
Semua sudah dipersiapkan dengan matang, plus doa yang banyak buat bekel PD (Percaya Diri) karena sebaik-baik penjaga itu Allah, dan sebaik-baik pengatur itu Allah, serta sebaik-baik yang memudahkan itu Allah.
Biar hati tenang, karena kalau kita tenang, bayi juga bisa ikut merasakan vibrasi tenang itu dan jadi ikut tenang.
Saya akhirnya sekamar sama Mba Dian Nafi. Sama-sama blogger dari Semarang juga. Tadinya dipasangkan dengan peserta dari kategori lain. Biar adaptasinya cepet, kami pun sepakat buat tukeran kamar dengan yang sudah kenal sebelumnya.
Adaptasi Si Bayi di tempat baru juga cepet, begitu habis dimandikan, ganti baju, dan nyusu, anaknya langsung mapan di kasur buat bobok.
Gimana cara mandi di hotel, kan ngga bawa bak bayi?
Gampang, mandi aja berdua di bathtub. Biar sekalian skin to skin dan bonding. Sambil mandi, saya bisikin Kia, Dek sekarang kita lagi di Jakarta, blablabla.
Saya sounding deh, kita mau ngapain aja. Kasih pengertian dan minta supaya bisa kerjasama selama kegiatan.
Begitu mendapatkan kabar di atas, saya langsung cerita sama Pak Suami detail acara dan lain sebagainya.
Di satu sisi, beliaunya ikut seneng karena tulisan yang saya lembur saat habis lahiran, dan nulisnya sambil mengASIhi berhasil terpilih.
Bayangkan ada 1700-an peserta yang mengirimkan karyanya untuk 5 kategori. Di sisi lain, beliaunya malah ikut galau. "Kamu bisa bawa Kia sendiri?"
"Belum tahu," kata saya, sambil berpikir. Sementara Paksuami sudah mendukung kalau saya kudu berangkat ke Jakarta, sayanya malah masih galau. "Tunggu nanti tanya panitia dulu, deh. Kalau boleh, InsyaAllah aku siap."
Dan ternyata Allah yang Maha Baik memang sudah mengatur semuanya.
Ternyata bukan hanya saya finalis yang sedang menimbang-nimbang apakah akan membawa anaknya atau tidak.
Ada Mba Merida Merry dari Riau, Mba Arda Sitepu dari Medan, Mba Rahmah Chemist dari Surabaya, dan Mba Windah Tsu. Keempatnya berencana bawa anak mereka, ada yang sudah 12 bulan, ada juga yang masih 3,5 bulan.
Ternyata bukan hanya saya finalis yang sedang menimbang-nimbang apakah akan membawa anaknya atau tidak.
Ada Mba Merida Merry dari Riau, Mba Arda Sitepu dari Medan, Mba Rahmah Chemist dari Surabaya, dan Mba Windah Tsu. Keempatnya berencana bawa anak mereka, ada yang sudah 12 bulan, ada juga yang masih 3,5 bulan.
"Mas, ternyata yang mau bawa bayi banyak," kata saya pada Suami yang kemudian tambah disemangati. "Kamu pasti bisa kok, yang penting teteg (teguh." balasnya.
Ajak Bayi Naik Kereta Api Ke Luar Kota, Ini Kiatnya.
Setelah konfirmasi ke panitia dan mendapatkan izin, saya pun memilih moda transportasi kereta api dengan berbagai pertimbangan.
Pertama, Kia sudah pengalaman menempuh perjalanan darat yang lumayan lama, dan ia bisa nyaman berada di mobil sekitar 4-6 jam. Dengan modal pengalaman tersebut, saya kira ia juga bisa beradaptasi dengan perjalanan di kereta api.
Kenapa ngga naik pesawat saja?
Iya, opsi itu memang diberikan panitia. Tapi mengingat jarak bandara ke hotel yang lumayan, juga kondisi Jakarta yang lagi ujan dan banjir, saya memilih naik kereta api karena jarak dari Stasiun Gambir ke Hotel Aryaduta lumayan dekat.
Plus meski sudah tahu trik mengajak bayi naik pesawat dengan disusui saat akan take off, tetapi saya tetap khawatir dengan kondisi gendang telinganya.
Apalagi, seperti halnya saya, Kia juga gampang bersin-bersin jika ada perubahan suhu udara. Daripada nanti telinganya sakit dan jadi rewel, saya memilih opsi yang paling familiar dan aman.
Lagipula kereta api sekarang udah nyaman banget kan. Pertimbangan lainnya, semisal si bayi rewel karena bosan, bisa jalan-jalan di atas kereta atau ke tempat restorasi.
Iya, opsi itu memang diberikan panitia. Tapi mengingat jarak bandara ke hotel yang lumayan, juga kondisi Jakarta yang lagi ujan dan banjir, saya memilih naik kereta api karena jarak dari Stasiun Gambir ke Hotel Aryaduta lumayan dekat.
Plus meski sudah tahu trik mengajak bayi naik pesawat dengan disusui saat akan take off, tetapi saya tetap khawatir dengan kondisi gendang telinganya.
Apalagi, seperti halnya saya, Kia juga gampang bersin-bersin jika ada perubahan suhu udara. Daripada nanti telinganya sakit dan jadi rewel, saya memilih opsi yang paling familiar dan aman.
Lagipula kereta api sekarang udah nyaman banget kan. Pertimbangan lainnya, semisal si bayi rewel karena bosan, bisa jalan-jalan di atas kereta atau ke tempat restorasi.
Oke, moda transportasi beres. Selanjutnya mempersiapkan perjalanan dan barang bawaan.
Packing simpel. Jangan membawa barang terlalu banyak. Ingat kalau selama perjalanan juga bakal gendong bayi. Kata Paksuami yang langsung mendelik waktu saya menyiapkan macam-macam untuk dibawa. "Jangan serumah kamu bawa lah, Dek." timpalnya.
Daripada diomelin, urusan packing, saya serahkan Paksuami, hihihi. Ternyata bisa kok, bawa bayi dan bawaannya simpel. Bawa macem-macem dengan alasan jaga-jaga itu cuma memfasilitasi kekhawatiran aja kok, ternyata.
Packing simpel. Jangan membawa barang terlalu banyak. Ingat kalau selama perjalanan juga bakal gendong bayi. Kata Paksuami yang langsung mendelik waktu saya menyiapkan macam-macam untuk dibawa. "Jangan serumah kamu bawa lah, Dek." timpalnya.
Daripada diomelin, urusan packing, saya serahkan Paksuami, hihihi. Ternyata bisa kok, bawa bayi dan bawaannya simpel. Bawa macem-macem dengan alasan jaga-jaga itu cuma memfasilitasi kekhawatiran aja kok, ternyata.
Hari H BI Netifest 2020 pun tiba.
Semua sudah dipersiapkan dengan matang, plus doa yang banyak buat bekel PD (Percaya Diri) karena sebaik-baik penjaga itu Allah, dan sebaik-baik pengatur itu Allah, serta sebaik-baik yang memudahkan itu Allah.
Biar hati tenang, karena kalau kita tenang, bayi juga bisa ikut merasakan vibrasi tenang itu dan jadi ikut tenang.
Di stasiun, ada yang missed, ternyata bayi juga kudu punya tiket. Sepuluh menit sebelum KA berangkat, saya kudu balik lagi ke loket buat beli tiket infant yang sebenarnya free of charge. Untung masih ada Pak suami, jadi ada yang bantu ngurusin beli tiketnya.
Oke, tiket infant beres. Dan saya pun dadah-dadah sama Paksuami untuk masuk ke peron dan berjalan sambil menggeret koper menuju jalur 3. Pas mau nyebrang sambil membenahi gendongan, tiba-tiba ada yang narik koper.
Eh, lhoo... ternyata Paksuami ikut masuk ke peron, bilangnya ke petugas biar bisa masuk: lupa bawain ((sendok)) buat maksi.
Hiyaa ngga ada alasan yang lebih meyakinkan ya?
Untung dibolehin deh, itu bawain ((sendok)) yang ketinggalan. Dan akhirnya koper dibawain Paksuami yang bisa nganterin masuk sampe ke dalem kereta.
Eh, lhoo... ternyata Paksuami ikut masuk ke peron, bilangnya ke petugas biar bisa masuk: lupa bawain ((sendok)) buat maksi.
Hiyaa ngga ada alasan yang lebih meyakinkan ya?
Untung dibolehin deh, itu bawain ((sendok)) yang ketinggalan. Dan akhirnya koper dibawain Paksuami yang bisa nganterin masuk sampe ke dalem kereta.
Perjalanan dengan kereta di dua jam pertama, anaknya excited ngga mau bobok. Ngoceh, minta duduk sendiri, pingin liat-liat keluar jendela.
Hei Nak, kamu masih 3 bulan lhoo. Kok nggak bobok aja sih.
Dua jam kemudian anaknya bobok tanpa menyusui dulu. Bobok anteng di 3 jam berikutnya. Sisa 1 jam perjalanan, anaknya nyusu dan kembali nggak sabar pingin liat sekitar.
Hei Nak, kamu masih 3 bulan lhoo. Kok nggak bobok aja sih.
Dua jam kemudian anaknya bobok tanpa menyusui dulu. Bobok anteng di 3 jam berikutnya. Sisa 1 jam perjalanan, anaknya nyusu dan kembali nggak sabar pingin liat sekitar.
Pas mau turun, koper diturunkan petugas kebersihan di KA, selanjutnya saat di Gambir, koper dibawakan porter hingga ke pintu utara tempat Babang Grab menjemput.
Ngga sampai 10 menit, akhirnya sampai juga di hotel. Alhamdulillah lancaar semua. Iya, hal-hal yang menakutkan ternyata cuma di bayangan saya saja.
Ngga sampai 10 menit, akhirnya sampai juga di hotel. Alhamdulillah lancaar semua. Iya, hal-hal yang menakutkan ternyata cuma di bayangan saya saja.
Malam pertama di Hotel Aryaduta Jakarta
Saya akhirnya sekamar sama Mba Dian Nafi. Sama-sama blogger dari Semarang juga. Tadinya dipasangkan dengan peserta dari kategori lain. Biar adaptasinya cepet, kami pun sepakat buat tukeran kamar dengan yang sudah kenal sebelumnya.
Adaptasi Si Bayi di tempat baru juga cepet, begitu habis dimandikan, ganti baju, dan nyusu, anaknya langsung mapan di kasur buat bobok.
Gimana cara mandi di hotel, kan ngga bawa bak bayi?
Gampang, mandi aja berdua di bathtub. Biar sekalian skin to skin dan bonding. Sambil mandi, saya bisikin Kia, Dek sekarang kita lagi di Jakarta, blablabla.
Saya sounding deh, kita mau ngapain aja. Kasih pengertian dan minta supaya bisa kerjasama selama kegiatan.
Bersambung ke: Pembukaan Netifest 2020 dan Workshop Hari Pertama Sambil Bawa Bayi.
Komentar
Posting Komentar