Satu Tahun Sembutopia Dan Hari Jantung Sedunia Di Bulan September 2019

Satu Tahun Sembutopia Dan Hari Jantung Sedunia Di Bulan September 2019

Kapan momen yang tepat untuk menyadari bahwa salah satu organ vital, yang memompakan energi ke seluruh tubuh, harus mendapat perhatian? Jawabannya mungkin akan terabaikan seandainya saya tidak hadir di acara kumpul-kumpul blogger dalam rangka satu tahun Sembutopia dan road to 'Hari Jantung Sedunia' yang akan jatuh pada tanggal 29 September nanti. Ada beberapa catatan penting yang didapatkan dalam acara tersebut, yang membuat saya dan semoga teman-teman juga, makin sadar untuk menjaga kesehatan jantung.

Ulang tahun Pertama Sembutopia Di Nestcology Semarang
Senyum sumringah teman-teman blogger, semoga menggambarkan kesehatan fisik dan psikis. (pic by : Ira Sulistiana)

Kita sering lupa, atau istilahnya taken for granted bahwa Tuhan menganugerahi mesin yang amat canggih bernama 'Jantung' yang menggerakkan kehidupan kita selama ini.

Ibarat sebuah mobil yang harus rutin diservis, jantung sudah semestinya mendapat perlakukan istimewa dalam keseharian. Masih banyak yang abai bahwa penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) adalah penyebab kematian nomor satu di dunia.

Sayangnya, karena kesibukan dan sering menganggap sepele bahwa jantung kita pasti akan selalu baik-baik saja kita jadi sering mengabaikan kesehatan organ vital tersebut.

Contohnya, coba perhatikan pola makan kita selama ini? Berapa banyak makanan yang kita konsumsi yang melewati proses pemasakan dengan cara digoreng menggunakan minyak dalam jumlah banyak?

Sebagai penyuka gorengan, tidak bisa memungkiri bahwa makanan yang digoreng itu terasa lebih nikmat. Kriuknya, teksturnya, sampai rasanya yang jadi lebih gurih.

Kalau sudah begitu, lidahlah yang selalu dimanjakan, dan hal itu membuat kita lupa bahwa pola makan yang didominasi oleh makanan berminyak justru bisa membahayakan jantung.

Kita masih sulit menyadari potensi bahayanya bagi jantung lantaran pola makan digoreng ini sudah sangat akrab dengan masyarakat Indonesia. Selain itu, pola konsumsi makanan yang digoreng juga seolah didukung dengan murahnya harga minyak sawit yang dijual di Indonesia.

Berbeda dengan di negara-negara barat dimana harga minyak sawit jauh lebih mahal ketimbang olive oil, canola, atau sunflower oil.

Mengonsumsi makanan yang digoreng dengan minyak kelapa sawit, selain tidak sehat jika dilakukan secara berlebihan dan jadi kebiasaaan, sebenarnya pola konsumsi makan gorengan ini berkontribusi juga pada kerusakan lingkungan.

Kabut asap yang menyesakkan di Riau (source : Antara Photo)
Kabut asap yang menyesakkan di Riau (source : Antara Photo)

Titik api di Sumatera dan Kalimantan makin banyak, dan menimbulkan kebakaran hutan yang berdampak kabut asap sampai ke luar negeri.
Titik api di Sumatera dan Kalimantan makin banyak, dan menimbulkan kebakaran hutan yang berdampak kabut asap sampai ke luar negeri. (source : Antara photo)


Tanpa sadar, minyak goreng dari bahan kelapa sawit sudah 'membakar' berapa hektar hutannya Indonesia, juga menyebabkan kabut asap di beberapa provinsi, seperti Riau dan Kalimantan. Selain menyesakkan paru-paru, diam-diam minyak goreng juga mengancam kesehatan jantung.

Sebagai organisasi yang berupaya untuk 'menyembuhkan Indonesia', Sembutopia mencatat beberapa pola hidup masyarakat millenial yang secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit jantung. Apa saja?

Pola Hidup Masyarakat Millenial Yang Berkontribusi Pada Peningkatan Risiko Penyakit Kardiovaskuler : 


1. Kurang mengonsumsi buah dan sayur. Pola konsumsi pangan orang Indonesia cenderung menitikberatkan pada jumlah asupan karbo, kemudian dilanjutkan dengan protein. Buah dan sayur seolah hanya dianggap sebagai pelengkap saja. Kalau sudah merasa kurang serat, barulah merasa perlu makan buah dan sayur.

2. Diet mulai besok. Tanpa disadari, saat ini makin banyak akun-akun di sosial media yang memamerkan gaya makan 'mukbang', kulineran ke berbagai tempat, dan menjajal berbagai jenis makanan seolah tanpa mempertimbangkan sisi kesehatannya. Hal tersebut membuat audiens sosial media semakin tergoda untuk menjalani pola makan 'diet mulai besok', dan hal itu diucapkan setiap hari.

3. Ingin mulai dan lebih banyak berolahraga. Di sisi lain, orang-orang sebenarnya sadar bahwa untuk memangkas kalori yang masuk karena makan atau kulineran secara berlebihan harus diimbangi dengan berolahraga. Sayangnya, niat tersebut seringkali hanya menjadi wacana saja. Kesibukan kerja dan prioritas lainnya membuat niat tersebut terlupakan.

4. Berolahraga karena gaya hidup bukan semata-mata untuk sehat. Saat ini, alasan orang berolahraga tidak lagi murni untuk kesehatan tubuh. Banyak yang berolahraga karena tuntutan sosial atau gaya hidup. Misalnya saja karena bergabung dalam komunitas lari atau klub kebugaran tertentu.

5. Stress yang berlebihan. Pemicu stress di masyarakat millenial bisa sangat beragam. Salah satu yang juga menjadi perhatian adalah karena tekanan sosial yang muncul akibat terlalu banyak 'hidup' di dunia maya dan ingin mencapai kesempurnaan seperti yang banyak dilihat di media sosial.

Tanggal 29 September, setiap tahunnya, seluruh dunia memperingati Hari Jantung Sedunia. Peringatan tersebut bukan sekadar seremonial belaka, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita semua agar tidak 'taken for granted' dengan kesehatan jantung kita.

Penyakit kardiovaskuler telah memakan 17,3 juta orang setiap tahunnya dan di Indonesia menjadi penyebab kematian nomer tiga tertinggi setelah hipertensi dan stroke, yang mana semuanya sangat erat kaitannya dengan kesehatan jantung.

Pola Hidup Masyarakat Millenial Yang Berkontribusi Pada Peningkatan Risiko Penyakit Kardiovaskuler

Sayangi Jantungmu Dengan Melakukan Beberapa Hal Ini : 

Sayangi Jantungmu Dengan Melakukan Beberapa Hal Ini

1. Mulai atur isi piringmu dengan menambah porsi sayur dan serat. Jika selama ini kita begitu addicted dengan nasi putih, coba kombinasikan beras putih dengan beras merah untuk menambah jumlah asupan serat.

2. Konsumsi buah secara rutin setiap hari, sebelum mengonsumsi makanan utama. Buah paling baik dikonsumsi pagi hari saat perut masih dalam keadaan kosong.

3. Bergerak aktif. Upayakan untuk memenuhi target 7000 langkah setiap harinya. Jangan hanya 'mager' dan mengandalkan aplikasi ojek online untuk membeli makanan. Bergeraklah.

4. Belajar bersyukur dan menjadikan bahagia sebagai kebiasaan. Cara paling mudah untuk berbahagia adalah dengan bersyukur. Bahagia dan bersyukur akan membantu kita untuk mengatur kadar stress akibat tekanan sosial.

Jadi, kapan momen yang tepat untuk menyadari betapa vitalnya organ jantung? Kapan momen yang tepat untuk mengubah pola hidup yang salah? Jawabannya adalah saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Kisah Inspiratif Yang Bisa Kamu Jadikan Semangat Menjalani Hidup

Berwakaf Dengan Asuransi Syariah Gimana Caranya?

The Kirana Tembok, A Promising Sustainable Tourism Destination