Faber-Castell Colour to Life : Mewarnai Sambil Menguatkan Bonding Orangtua dan Anak
brama-sole.com Belakangan ini saya sedang mencari-cari kegiatan ortu dan anak yang bisa menguatkan bonding, salah satunya melalui kegiatan mewarnai bersama dengan Faber-Castell Colour to Life. Sebelumnya sempat ada kejadian yang bikin saya jadi bertanya-tanya tentang perkembangan sosial-emosional Si Sulung yang saat ini berusia 10 tahun 6 bulan. Ada apa ya, kok belakangan ini kami jadi sering bantah-bantahan, dan nggak bisa lagi seseruan melakukan kegiatan bareng?
Kegiatan Kreatif Untuk Menguatkan Bonding Orangtua & Anak
Salah satu hasil kreasi empat tahun lalu; membuat kartu ucapan raksasa, dan membuat motif dengan cap. |
Empat tahun lalu, saya dan Si Sulung punya sebuah aktivitas yang rutin dilakukan setiap akhir pekan. Kami memberi nama aktivitas itu: Ezra's Weekend Projects. Sebuah proyek akhir pekan yang kami isi dengan kegiatan berkreasi, seperti melukis kartu ucapan, merangkai bangunan dari kardus, membuat peta dan bendera dunia, serta masih banyak lagi. Beberapa sempat didokumentasikan di blog ini, beberapa tidak karena saking menikmatinya aktivitas tersebut.
Kegiatan akhir pekan tersebut jadi cara kami untuk bersenang-senang dan rehat dari rutinitas harian. Tanpa sadar, ketika kami bekerjasama untuk merekatkan kertas, saling berbagi tugas mewarnai, menggunting, dan menempel, kami juga menjadi semakin dekat satu sama lain. Kami selalu menunggu-nunggu akhir pekan berikutnya.
"Minggu depan, kita bikin apalagi, Bun?" begitu tanya Si Sulung setiap kali kami berhasil menyelesaikan sebuah 'proyek'.
Kak Ezra tampak bangga dengan hasil kreasinya. "Aku mau difoto bareng 'rumah' ini, dong," pintanya ketika rumah-rumahan berbahan kertas berhasil kami rangkai dan rekatkan dengan lem. Sementara ia selesai mewarnai dinding dan pernak-pernik lainnya.
Saya pun ikut senang karena proyek akhir pekan tersebut semakin mengasah keterampilan motorik halusnya, meningkatkan rasa percaya dirinya, juga membuat ikatan ibu-anak semakin dekat.
Itulah tadi sepenggal kisah sebelum negara api menyerang. Eh, maksudnya sebelum kehidupan Si Sulung dimasuki oleh gawai dan youtube.
Waktu bergulir, usia Kak Ezra makin bertambah, kesukaan-kesukaannya berubah, begitu pun dengan prioritas kami berdua. Sekarang, bisa dikatakan kami jarang atau bahkan tidak pernah lagi membuat proyek akhir pekan.
Sebagai ibu, saya sering merasa bersalah saat tidak lagi bisa memberikan waktu berkualitas untuk bermain dan bersenang-senang bersama. Di sisi lain, ia juga mulai sibuk dengan kegiatan-kegiatan di sekolah; lomba Pramuka, latihan memanah dan rebana, dan aktivitas tambahan lainnya.
Pernah suatu hari, karena saking kangennya ingin mengerjakan proyek kecil berdua, saya mengajaknya untuk membuat sebuah eksperimen sederhana dengan kertas dan spidol warna-warni. Tapi tahu nggak jawabannya apa?
"Ah, itu sih, aku udah lihat di Youtube, Bun. Nanti warnanya jadi luntur terus merembes di kertas waktu dicelup ke air, kan? Ngapain capek-capek bikin, Bun. Sekarang semua udah bisa dilihat di Youtube."
"Udah pernah lihat, bukan berarti udah pernah coba, Kak. Memangnya kalau kamu lihat orang berenang di kolam, kamu otomatis bisa renang? Atau kamu lihat pembalap F1, kamu jadi pembalap?" balas saya dengan sekilas perasaan kecewa di dada karena Kak Ezra lebih asyik mengisi waktu istirahatnya dengan menunduk bermain gawai.
Seperti menangkap nada kekecewaan saya, dia mengangkat wajahnya, "Bunda tenang aja, sekarang itu udah zamannya teknologi. Kita bisa eksperimen apa aja, contohnya bisa diliat di Youtube. Yang dibuat games juga ada..."
"Bunda tau, tapi maksud Bunda..." ah rasanya kok, sekarang mulai sering berdebat dengan Si Sulung, "apa kamu nggak mau membuktikan sendiri apakah eksperimen atau contoh di Youtube itu beneran? Gimana kalau itu cuma rekayasa atau editan?" pancing saya.
Si Sulung menggeleng, dan saya pun menyerah. Sampai suatu hari, akhirnya ia bisa memahami apa maksud kata-kata saya tersebut.
Beberapa hari kemudian.
"Aku kesel, masak tadi aku coba mencampur sabun cici piring dengan sampo, terus sebelum kuoles ke tangan, aku coba dulu bakar dengan api, tapi apinya nggak mau nyala-nyala." ujar Kak Ezra sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa.
"Why you did that?" balas saya sambil duduk menyebelahinya.
"Itu lhoo Bun," jawabnya dengan mimik seolah saya orang paling ketinggalan informasi, "aku pingin nyobain trik sulap yang apinya bisa nyala di tangan itu. Ternyata supaya tangan nggak terbakar, dioles pakai sabun cuci piring dulu..."
"I've told you before..." Ini dia, batin saya.
"What?" tengoknya dengan mimik kesal.
"Nggak semua yang kamu lihat di Youtube itu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, Kak. Kamu harus punya ilmu yang bener dulu. Dapetnya dari mana? Ya, baca buku! Kamu nggak bisa skip bagian itu. Terus buktikan apa yang tertulis di buku. Meski semua orang tergila-gila sama teknologi, hidup kita tetap harus seimbang, Kak. Kalau nggak jadinya ketipu, dan jadi budak teknologi."
Kak Ezra masih melipat kedua tangannya di dada. Mimiknya masih kesal. "So why they uploaded that? If they're liars, can't we sue them?"
Saya menaikkan bahu. "Percuma. Bikin aja channel sendiri, yang isinya kebenaran. Cara memerangi kebohongan dan fake knowledge kayak gitu, ya dengan membuktikan yang benar, Kak."
"Aku mau bikin channel youtube kalau gitu. Ayook Bun, kita bikin proyek-proyek kayak dulu lagi." Sorot matanya mulai kelihatan bersemangat.
"Oke, Bunda pikirkan ya, kira-kira kita mulai dengan proyek apa." balas saya sambil berjalan masuk ke kamar.
Di dalam, saya membuat beberapa catatan tentang perkembangan sosial-emosional Si Sulung. Dari percakapan dan beberapa kejadian yang kami alami belakangan, anak sepuluh tahun menuju sebelas tahun itu sudah mulai kritis terhadap diri sendiri sekaligus pendapat orang lain.
Di dalam, saya membuat beberapa catatan tentang perkembangan sosial-emosional Si Sulung. Dari percakapan dan beberapa kejadian yang kami alami belakangan, anak sepuluh tahun menuju sebelas tahun itu sudah mulai kritis terhadap diri sendiri sekaligus pendapat orang lain.
Kabar baik dari perkembangan emosional di usia 10-11 tahun adalah rentang konsentrasi dan fokusnya yang semakin meningkat. Selain itu, juga mulai bisa mengekspresikan emosi-emosi terdalamnya. Dua hal ini, sangat menunjang apabila orang tua ingin mengajarkan level aktivitas berkreasi yang membutuhkan fokus lebih tinggi. Dan bisa juga dipadukan dengan kegiatan untuk mengekspresikan emosi.
Berdasarkan perkembangan sosial dan emosional anak usia 10-11 tahun tersebut, saya bisa menyusun beberapa jenis 'proyek' bersama yang bisa dilakukan untuk memfasilitasi kebutuhan perkembangannya. Baik secara kognitif, maupun sosial-emosional. Ada beberapa hal yang saya garis bawahi :
Menurut saya, sebagai seorang digital native, Si Sulung tentunya akan lebih tertarik dengan aktivitas yang juga melibatkan teknologi, minimal yang membuatnya bertanya-tanya atau mencari tahu lebih jauh lagi mengenai teknologi tersebut. Apalagi di usia-usia ini, mulai ada keinginan untuk berbagi pengetahuan dengan teman sebayanya. Jika bisa membagikan suatu hal yang menarik dan baru bagi teman-temannya maka hal tersebut bisa menaikkan tingkat kepercayaan dirinya.
2. Dengan naiknya rentang perhatian atau fokus maka Kak Ezra saat ini lebih bisa anteng menggarap proyek yang membutuhkan waktu penyelesaian yang lebih lama.
Kalau dulu hanya bisa menggarap satu proyek dengan rentang waktu lima menit, maka di usia sekarang, Kak Ezra bisa ditantang untuk menyelesaikan proyek dengan rentang penyelesaian 15 menit atau lebih misalnya.
3. Aktivitas yang dilakukan harus bisa digunakan untuk mengekspresikan emosinya.
Jika aktivitas itu melibatkan sebuah kreasi maka penggunaan unsur warna sangat tepat sebagai sarana ekspresi emosi. Dengan warna, anak-anak dapat menghubungkan perasaan dengan pemilihan warna. Orang tua juga bisa ikut mendampingi untuk melihat bagaimana karakter anak dari pemilihan warnanya.
Ada beberapa proyek yang kemudian saya susun untuk dikerjakan bersama dengan Kak Ezra, salah satunya adalah proyek mewarnai dengan Connector Pens dari Faber-Castell. Eits, jangan langsung berpikir; ah, kok cuma mewarnai saja. Itu kan kurang menantang buat anak usia 10 tahun. Kalau buat anak TK mungkin iya.
Faber-Castell Colour to Life.
Jadi, sarana yang akan kami gunakan untuk menguatkan kembali bonding ibu-anak adalah Faber-Castell Colour to Life. Meski sebagian menganggap aktivitas mewarnai itu receh banget, tapi sebenarnya aktivitas yang akan kami gunakan sebagai 'proyek bersama' ini bisa merangkum kebutuhan Si Sulung sesuai dengan tahapan perkembangan sosial-emosionalnya lho.
Apalagi saat ini, bukan hanya anak-anak yang menggunakan aktivitas mewarnai sebagai sarana untuk menyalurkan emosi, tetapi orang dewasa pun melakukannya. Nggak heran kan belakangan ini banyak sekali bermunculan colouring book untuk orang dewasa.
Menurut psikolog klinis Ben Michaelis, mewarnai adalah sebuah aktivitas yang dapat membebaskan seseorang dari perasaan tertekan karena aktivitas ini mengistirahatkan atau membuat relaks amigdala (bagian di otak yang menjadi pusat emosi, termasuk rasa cemas dan takut). Juga memungkinkan pikiran seseorang dapat beristirahat ketika sedang mewarnai.
Ada juga teori lainnya yang mengatakan bahwa mewarnai merupakan "latihan kesadaran" atau mindfulness. Sama seperti bermeditasi, mewarnai memungkinkan seseorang untuk mematikan pikiran yang lalu lalang sehingga bisa berada untuk "saat ini" dan "di sini".
Studi menunjukkan orang-orang yang secara konsisten berlatih meditasi, di mana mereka fokus pada saat ini, dan menghindari merenungkan soal masa lalu atau perencanaan untuk masa depan, mengalami perubahan otak yang signifikan, seperti meningkatnya kemampuan otak untuk fokus, membantu dalam pengambilan keputusan, serta membantu pengaturan emosi.
Saya pribadi sering menggunakan connector pens untuk membuat sketsa-sketsa. Waktu mencoba menggunakan Colour to Life, dengan mencoba mewarnai salah satu gambar kemudian memainkannya, sejenak saya seperti lupa soal pekerjaan dan hal-hal yang membebani pikiran.
Aktivitas mewarnai bagi saya bisa menjadi mood booster, apalagi dikerjakan sambil menyesap teh hangat. Menyenangkan sekali. Jadi, kalau orang dewasa saja bisa mengambil manfaat tersebut, apalagi anak-anak kan.
Kelebihan lain dari Faber-Castell Colour to Life ini adalah memadukan antara membuat gambar secara konvensional dengan kemajuan teknologi Augmented Reality (AR). Bagi anak seusia Kak Ezra, tentunya teknologi ini menjadi sesuatu yang sangat menarik.
"Wah keren," balas Kak Ezra girang. "Jadi, aku mesti ngapain nih?" tanyanya sambil tak sabar membuka kemasan Faber-Castell Colour to Life layaknya sebuah hadiah. Kemasan Faber-Castell Colour to Life ini memang simpel namun menarik, bisa dibungkus sebagai kado ulang tahun juga.
Saya pun kemudian menjelaskan langkah-langkahnya kepada Kak Ezra :
Pertama kamu mesti mewarnai salah satu gambar yang ada di Augmented Reality Colouring Book. Kamu bisa memilih mau yang mana dulu, dan silakan berkreasi dengan warna-warni yang kamu suka.
Oh ya, tapi bagian bingkai yang hitam ini jangan diwarnai, ya. Karena nanti bingkainya yang bakal kita pindai supaya bisa 'menghidupkan' gambar yang kamu warnai.
Setelah selesai mewarnai, nanti kita akan sama-sama mengunduh aplikasi Colour to Life, bisa di android atau iOS. Bisa juga dengan scan barcode yang ada di kemasan Colour to Life.
Setelah berhasil mengunduh, nanti kita bisa memindai gambar di Augmented Reality Colouring Book sesuai dengan karakter masing-masing.
Cara memindainya dilakukan dengan jarak minimal 30 cm dalam posisi tegak lurus. Kemudian tunggu sampai muncul warna hijau di layar.
Kalau misalnya gagal memindai, arahkan dulu kamera ke objek lain kemudian ulang lagi untuk memindai gambar yang telah diwarnai.
Setelah proses memindai berhasil, dan karakter 3D-nya muncul, kita bisa mulai bermain bersama Colour to Life dari Fabel-Castell ini. Seru kan, Kak.
Dari caranya menggoreskan warna-warna, saya bisa melihat kalau Si Sulung tampak relaks dan menikmati aktivitas tersebut. Sesaat bahkan ia lupa dengan camilannya, hehehe. Dari pemilihan warna dan cara membuat motif-motif pewarnaannya, saya bisa menyimpulkan kalau Si Sulung mulai ingin membuat sesuatu yang terlihat 'berbeda'. Secara perkembangan emosional, ia mulai menyadari tentang keunikan pribadinya, dan ingin menunjukkan perbedaan tersebut dari pemilihan warna dan corak yang tidak seragam.
Saat mewarnai karakter Giddy-Up, mulai muncul dialog-dialog kritis. Misalnya, ketika saya bertanya kenapa dia memilih warna abu-abu untuk baju zirah si penunggang kuda, ia menjawab bahwa pakaian tersebut terbuat dari logam untuk melindungi tubuh kstaria, dan warna yang paling mendekati warna logam adalah abu-abu.
Kak Ezra juga memilih warna-warna alami yang semirip mungkin dengan apa yang ia lihat di sekitarnya. "Ini supaya semakin real, Bun. Kayak animasi yang dibuat sama Miyazaki, warna-warnanya sesuai dengan yang asli. Aku jadi nggak sabar nih, mau lihat hasilnya." Dari pemilihan warna tersebut maka saya bisa tahu bahwa ia juga tidak luput dari mengamati lingkungan sekitar meskipun kadang sering asyik bermain dengan gawainya.
Di dalam Augmented Reality Colouring Book ini memang ada beberapa karakter yang bisa dimainkan. Terdapat pula 5 permainan yang masing-masing memiliki karakter dan manfaatnya sendiri-sendiri. Misalnya Safe Flight, Giddy Up, dan Pogo Boy dapat digunakan untuk melatih konsentrasi dan motorik, sementara Dress up Challenge dan Balance your Brain dapat digunakan untuk melatih keseimbangan otak kiri dan kanan.
Saya juga menemukan beberapa hal menarik lainnya yang bisa menjadi nilai lebih dari memainkan permainan ini, misalnya :
Giddy Up : Bisa digunakan untuk melihat bagaimana konsentrasi dan fokus anak selama bermain. Apakah refleksnya bagus, serta apakah koordinasi mata dan tangannya baik. Di sini, tujuan dari permainan adalah untuk berpacu secepat mungkin, tapi rintangan yang ada tidak boleh main ditabrak saja.
Pogo Boy : Misinya adalah bermain dan melompat dengan Pogo Stick, dan tidak boleh jatuh ke air. Di sini, selain bisa melatih konsentrasi dan fokus juga bisa melihat setrampil apa kemampuan motorik anak. Kecepatan refleksnya bisa terlihat dari permainan ini.
Dress Up Challenge : Nah, meski permainan yang ini serunya dimainkan bersama anak perempuan. Tapi cukup menantang untuk mengetes kemampuan memori dan daya ingat, lho. Fokus dan konsentrasi bisa dilatih dengan permainan ini. Kalau saya pribadi, paling suka permainan yang ini.
Balance your Brain : Permainan ini mengajak untuk melatih kekuatan berpikir antara otak kanan dan kiri. Seru deh, mencoba menyamakan antara warna dan tulisan yang ada di permainan.
Safe Flight : Terbangkan pesawat, tapi jangan sampai menabrak awan. Begitu misi dari permainan ini. Manfaatnya tentu saja untuk melatih koordinasi mata dan tangan, juga belajar melatih fokus.
Kadang kalau gawai sedang dipinjam oleh Si Sulung untuk bermain, saya sering bertanya kepadanya; "Ngabisin kuota, nggak tuh?" Tapi untuk permainan dari Colour to Life ini, nggak khawatir lagi karena bisa dimainkan secara offline.
Serunya lagi, di proyek ini saya bisa mewarnai bareng Si Sulung sambil ngemil dan ngobrol-ngobrol. Bagian inilah yang secara nggak sadar bisa mengembalikan ikatan ortu-anak.
Ada juga teori lainnya yang mengatakan bahwa mewarnai merupakan "latihan kesadaran" atau mindfulness. Sama seperti bermeditasi, mewarnai memungkinkan seseorang untuk mematikan pikiran yang lalu lalang sehingga bisa berada untuk "saat ini" dan "di sini".
Studi menunjukkan orang-orang yang secara konsisten berlatih meditasi, di mana mereka fokus pada saat ini, dan menghindari merenungkan soal masa lalu atau perencanaan untuk masa depan, mengalami perubahan otak yang signifikan, seperti meningkatnya kemampuan otak untuk fokus, membantu dalam pengambilan keputusan, serta membantu pengaturan emosi.
Saya pribadi sering menggunakan connector pens untuk membuat sketsa-sketsa. Waktu mencoba menggunakan Colour to Life, dengan mencoba mewarnai salah satu gambar kemudian memainkannya, sejenak saya seperti lupa soal pekerjaan dan hal-hal yang membebani pikiran.
Aktivitas mewarnai bagi saya bisa menjadi mood booster, apalagi dikerjakan sambil menyesap teh hangat. Menyenangkan sekali. Jadi, kalau orang dewasa saja bisa mengambil manfaat tersebut, apalagi anak-anak kan.
Kelebihan lain dari Faber-Castell Colour to Life ini adalah memadukan antara membuat gambar secara konvensional dengan kemajuan teknologi Augmented Reality (AR). Bagi anak seusia Kak Ezra, tentunya teknologi ini menjadi sesuatu yang sangat menarik.
Saya sudah bisa membayangkan reaksi Kak Ezra ketika saya berkata begini: "Kak, mau nggak apa yang kamu gambar dan warnai bisa hidup sesuai yang kamu imajinasikan?"
Si Sulung pasti akan langsung antusias ketika saya perkenalkan dengan teknologi Augmented Reality. Apalagi dia juga sering bertanya-tanya bagaimana animator sekelas Hayao Miyazaki di Studio Ghibli bisa membuat gambar-gambar yang begitu hidup, dan saya pernah bercerita bahwa untuk sampai diproses tersebut, Miyazaki juga melakukan proses menggambar dengan pensil di atas kertas.
"Semua konten digital, awal mulanya dibuat secara konvensional, Kak," jawab saya waktu pertama kali menyodori satu set Colour to Life Faber-Castell yang terdiri dari 15 halaman buku mewarnai Augmented Reality dan 20 warna connector pens.
Sebelum membuat robot dalam bentuk animasi digital, seorang animator membuat sketsa terlebih dahulu dengan pensil dan kertas. Mereka membayangkan kekuatan apa yang bakal dimiliki robot itu. Kemudian dengan warna-warna yang ada, bisa kok, dibuat simbol robot berkekuatan api, misalnya dengan diberi warna merah."
Sebelum membuat robot dalam bentuk animasi digital, seorang animator membuat sketsa terlebih dahulu dengan pensil dan kertas. Mereka membayangkan kekuatan apa yang bakal dimiliki robot itu. Kemudian dengan warna-warna yang ada, bisa kok, dibuat simbol robot berkekuatan api, misalnya dengan diberi warna merah."
Saya pun kemudian menjelaskan langkah-langkahnya kepada Kak Ezra :
Pertama kamu mesti mewarnai salah satu gambar yang ada di Augmented Reality Colouring Book. Kamu bisa memilih mau yang mana dulu, dan silakan berkreasi dengan warna-warni yang kamu suka.
Oh ya, tapi bagian bingkai yang hitam ini jangan diwarnai, ya. Karena nanti bingkainya yang bakal kita pindai supaya bisa 'menghidupkan' gambar yang kamu warnai.
Setelah selesai mewarnai, nanti kita akan sama-sama mengunduh aplikasi Colour to Life, bisa di android atau iOS. Bisa juga dengan scan barcode yang ada di kemasan Colour to Life.
Setelah berhasil mengunduh, nanti kita bisa memindai gambar di Augmented Reality Colouring Book sesuai dengan karakter masing-masing.
Begini nih, cara memindai yang tepat. |
Cara memindainya dilakukan dengan jarak minimal 30 cm dalam posisi tegak lurus. Kemudian tunggu sampai muncul warna hijau di layar.
Kalau misalnya gagal memindai, arahkan dulu kamera ke objek lain kemudian ulang lagi untuk memindai gambar yang telah diwarnai.
wih, karakternya hidup dan bisa kita gerak-gerakan, lho. |
Setelah proses memindai berhasil, dan karakter 3D-nya muncul, kita bisa mulai bermain bersama Colour to Life dari Fabel-Castell ini. Seru kan, Kak.
Cara Bermain dan Menggunakan Aplikasi Faber-Castell Colour to Life
Dari caranya menggoreskan warna-warna, saya bisa melihat kalau Si Sulung tampak relaks dan menikmati aktivitas tersebut. Sesaat bahkan ia lupa dengan camilannya, hehehe. Dari pemilihan warna dan cara membuat motif-motif pewarnaannya, saya bisa menyimpulkan kalau Si Sulung mulai ingin membuat sesuatu yang terlihat 'berbeda'. Secara perkembangan emosional, ia mulai menyadari tentang keunikan pribadinya, dan ingin menunjukkan perbedaan tersebut dari pemilihan warna dan corak yang tidak seragam.
Saat mewarnai karakter Giddy-Up, mulai muncul dialog-dialog kritis. Misalnya, ketika saya bertanya kenapa dia memilih warna abu-abu untuk baju zirah si penunggang kuda, ia menjawab bahwa pakaian tersebut terbuat dari logam untuk melindungi tubuh kstaria, dan warna yang paling mendekati warna logam adalah abu-abu.
Kak Ezra juga memilih warna-warna alami yang semirip mungkin dengan apa yang ia lihat di sekitarnya. "Ini supaya semakin real, Bun. Kayak animasi yang dibuat sama Miyazaki, warna-warnanya sesuai dengan yang asli. Aku jadi nggak sabar nih, mau lihat hasilnya." Dari pemilihan warna tersebut maka saya bisa tahu bahwa ia juga tidak luput dari mengamati lingkungan sekitar meskipun kadang sering asyik bermain dengan gawainya.
Di dalam Augmented Reality Colouring Book ini memang ada beberapa karakter yang bisa dimainkan. Terdapat pula 5 permainan yang masing-masing memiliki karakter dan manfaatnya sendiri-sendiri. Misalnya Safe Flight, Giddy Up, dan Pogo Boy dapat digunakan untuk melatih konsentrasi dan motorik, sementara Dress up Challenge dan Balance your Brain dapat digunakan untuk melatih keseimbangan otak kiri dan kanan.
Pengalaman Memainkan Colour to Life dan Manfaat Yang Didapatkan.
Saya juga menemukan beberapa hal menarik lainnya yang bisa menjadi nilai lebih dari memainkan permainan ini, misalnya :
Giddy Up : Bisa digunakan untuk melihat bagaimana konsentrasi dan fokus anak selama bermain. Apakah refleksnya bagus, serta apakah koordinasi mata dan tangannya baik. Di sini, tujuan dari permainan adalah untuk berpacu secepat mungkin, tapi rintangan yang ada tidak boleh main ditabrak saja.
Pogo Boy : Misinya adalah bermain dan melompat dengan Pogo Stick, dan tidak boleh jatuh ke air. Di sini, selain bisa melatih konsentrasi dan fokus juga bisa melihat setrampil apa kemampuan motorik anak. Kecepatan refleksnya bisa terlihat dari permainan ini.
Dress Up Challenge : Nah, meski permainan yang ini serunya dimainkan bersama anak perempuan. Tapi cukup menantang untuk mengetes kemampuan memori dan daya ingat, lho. Fokus dan konsentrasi bisa dilatih dengan permainan ini. Kalau saya pribadi, paling suka permainan yang ini.
Balance your Brain : Permainan ini mengajak untuk melatih kekuatan berpikir antara otak kanan dan kiri. Seru deh, mencoba menyamakan antara warna dan tulisan yang ada di permainan.
Safe Flight : Terbangkan pesawat, tapi jangan sampai menabrak awan. Begitu misi dari permainan ini. Manfaatnya tentu saja untuk melatih koordinasi mata dan tangan, juga belajar melatih fokus.
Kadang kalau gawai sedang dipinjam oleh Si Sulung untuk bermain, saya sering bertanya kepadanya; "Ngabisin kuota, nggak tuh?" Tapi untuk permainan dari Colour to Life ini, nggak khawatir lagi karena bisa dimainkan secara offline.
Bekerjasama untuk menyelesaikan proses mewarnai karena ingin cepat-cepat memindai gambarnya dengan aplikasi Faber-Castell Colour to Life. |
Jangan lupa berikan apresiasi ketika Si Sulung berhasil menyelesaikan proyeknya. |
Serunya lagi, di proyek ini saya bisa mewarnai bareng Si Sulung sambil ngemil dan ngobrol-ngobrol. Bagian inilah yang secara nggak sadar bisa mengembalikan ikatan ortu-anak.
Setelah berhasil mewarnai gambarnya, kami bisa bersama-sama melihat karakter yang diwarnai Si Sulung 'hidup'. Waktu pertama kali melihat pesawat buatannya bisa terbang di atas kertas, Kak Ezra tampak senang sekali. Apalagi waktu bisa selfie bareng, hehehe.
Permainan ini menurut Kak Ezra sangat keren karena membuatnya jadi ingin tahu lebih jauh lagi bagaimana para animator bekerja menghasilkan tokoh-tokoh animasi.
Aplikasi Colour to Life ini bisa merebut hati anak-anak penyuka teknologi, namun secara seimbang juga tetap melatih mereka untuk bisa mengembangkan keterampilan motorik, daya kreasi dan imajinasinya. Permainan ini mendorong berkembangnya daya imajinasi dan kreasi anak-anak.
Mau mencoba keseruan yang sama sambil menguatkan bonding orangtua dan anak melalui kegiatan mewarnai dan bermain dengan Faber-Castell to Life? Coba saja beli produknya di Tokopedia, Gramedia, atau toko-toko buku terdekat. Lalu mulailah kesenangan mewarnai dan bermain dengan karakter-karakter yang ada. Selamat mencoba.
Komentar
Posting Komentar